-
Reformasi besar-besaran DPR dengan audit independen dan syarat lebih ketat bagi legislator.
-
Reformasi partai politik serta penguatan pengawasan eksekutif.
-
Sistem perpajakan yang lebih adil.
-
Pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor serta penguatan KPK.
-
Reformasi kepolisian agar lebih profesional dan humanis.
-
Kembalinya TNI sepenuhnya ke barak.
-
Penguatan Komnas HAM dan lembaga pengawas independen.
-
Evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk UU Cipta Kerja.
BACA JUGA: Heboh di Medsos! Kampus Unisba dan Unpas di Serang Gas Air Mata
Viral di Media Sosial
Dokumen 17+8 Tuntutan Rakyat pertama kali beredar di media sosial pada 30 Agustus 2025. Sejak itu, ribuan warganet membagikannya dan banyak yang menilai tuntutan tersebut mewakili keresahan masyarakat di tengah situasi krisis politik dan ekonomi.
Keterlibatan influencer dalam gerakan ini juga memicu perbandingan tajam dengan kinerja DPR. Banyak komentar menyebut bahwa influencer justru bekerja lebih cepat dalam merespons kebutuhan rakyat dibandingkan lembaga legislatif.
Simbol Perubahan
Fenomena ini menandai bahwa partisipasi politik di Indonesia tak lagi terbatas pada ruang formal. Melalui media sosial, pesan politik bisa dirumuskan, disebarkan, dan ditekan secara masif dalam waktu singkat.
Bagi publik, “17+8 Tuntutan Rakyat” bukan sekadar daftar tuntutan, melainkan simbol keterlibatan generasi muda dan komunitas digital dalam menekan perubahan. Kini, semua mata tertuju pada pemerintah dan DPR: apakah mereka akan merespons tuntutan ini atau justru mengabaikannya.***