BeritaBandungRaya.com – Setiap kali berita ekonomi menampilkan kalimat seperti “IHSG ditutup naik seratus poin” atau “IHSG melemah ke level 7.950”, banyak orang mungkin bertanya-tanya apa makna di balik angka itu. Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejatinya mencerminkan denyut nadi ekonomi Indonesia — sekaligus gambaran psikologi para pelaku pasar.
BACA JUGA: DANA Kaget Bagikan Saldo Gratis hingga Rp421.000 Hari Ini, Begini Cara Aman Klaimnya
IHSG: Cermin Aktivitas Ekonomi dan Emosi Investor
IHSG merupakan rata-rata pergerakan seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika pasar saham diibaratkan pasar tradisional, IHSG adalah “harga rata-rata” dari semua barang di dalamnya.
Ketika banyak pembeli datang dan optimisme meningkat, harga-harga saham ikut naik. Sebaliknya, ketika pelaku pasar lebih banyak menjual, IHSG akan turun. Artinya, naik-turunnya IHSG bukan sekadar soal angka, tetapi juga tentang rasa percaya diri dan kekhawatiran investor. Sentimen pasar sangat dipengaruhi oleh berita dan kondisi global. Kabar baik — seperti pertumbuhan ekonomi yang kuat, suku bunga stabil, atau laba perusahaan meningkat — biasanya memicu euforia dan kenaikan IHSG. Namun, kabar negatif seperti inflasi tinggi, konflik geopolitik, atau ancaman resesi dapat menekan pasar dan membuat investor memilih bertahan di zona aman.
Fluktuasi Pasar Adalah Hal Wajar
Dalam dunia investasi, pergerakan naik dan turun dikenal sebagai volatilitas, dan hal ini merupakan bagian alami dari siklus pasar. Sama seperti kehidupan, pasar saham tidak selalu bergerak lurus. Ada masa penuh optimisme, ada pula masa penuh kehati-hatian.
Bagi investor berpengalaman, masa koreksi justru menjadi peluang membeli saham unggulan dengan harga murah, sementara masa bullish (kenaikan harga) menjadi waktu untuk menikmati hasil kesabaran mereka.
Sejarah mencatat, pasar saham Indonesia mampu bangkit dari berbagai krisis, mulai dari krisis moneter 1998 hingga pandemi COVID-19, dan terus menanjak seiring pertumbuhan ekonomi nasional.