BeritaBandungRaya.com – Di tengah perairan jernih Situ Cangkuang, sebuah rakit bambu membawa rombongan wisatawan menuju pulau yang menyimpan sejarah panjang tentang keberagaman. Candi Cangkuang bukan hanya destinasi wisata, tapi juga cermin dari harmoni dua keyakinan besar: Hindu dan Islam. Dari kisah arca Siwa hingga dakwah Embah Dalem Arief Muhammad, perjalanan ini menjadi pengingat bahwa toleransi telah berakar kuat sejak berabad-abad lalu di tanah Garut.
Rombongan Famtrip “Railways Scenic Panoramic Familiarization Trip to Garut–Tasikmalaya” mendekati sebuah pulau kecil yang menyimpan kisah panjang pertemuan dua peradaban besar: Hindu dan Islam dengan balutan toleransi.
Pulau itu adalah rumah bagi Candi Cangkuang, satu-satunya candi Hindu yang masih utuh di Jawa Barat, sekaligus tempat dimakamkannya Embah Dalem Arief Muhammad, tokoh penyebar Islam di wilayah Garut pada abad ke-17. Dalam suasana tenang, kompleks ini menjadi saksi sejarah bagaimana dua keyakinan besar hidup berdampingan dan membentuk identitas budaya masyarakat setempat hingga kini.
Jejak Hindu di Tanah Sunda
Candi Cangkuang berdiri di atas lahan kecil di tengah danau, berukuran 4,5 x 4,5 meter dengan tinggi sekitar delapan meter. Di dalamnya tersimpan arca Dewa Siwa, peninggalan masa Hindu-Buddha yang diperkirakan berasal dari abad ke-8 Masehi. Nama “Cangkuang” sendiri diambil dari tanaman pandan sejenis Pandanus furcatus yang banyak tumbuh di sekitar lokasi.
Baca Juga: KDM Akhirnya Akui Air Aqua Berasal dari Mata Air Pegunungan










