Yellow Claw Rayakan Satu Dekade “Blood For Mercy”: Warisan Trap yang Kembali Menggema di Dunia Musik Elektronik

BeritaBandungRaya.com – Satu dekade setelah perilisan debut album legendaris mereka Blood For Mercy (2015), duo elektronik asal Belanda Yellow Claw kembali membangkitkan semangat trap global dengan versi remaster dari karya yang menjadi tonggak penting dalam evolusi musik bass modern.

Album tersebut, yang melahirkan sejumlah anthem seperti “In My Room” (bersama Ty Dolla $ign dan Tyga), “Catch Me” (dengan Flux Pavilion), “Lifetime” (bersama Tiësto dan Kyler England), hingga “Nightmare” (feat. Pusha T dan Barrington Levy), dianggap sebagai karya yang menangkap esensi mentah dari era pertama gelombang trap elektronik di pertengahan 2010-an.

BACA JUGA : Skrillex dan ISOxo Hadirkan “Fuze”: Kembalinya Raja Brostep ke Akar Musiknya

Lahir dari SoundCloud, Membangun Warisan Baru

Yellow Claw – yang terdiri dari Jim Aasgier dan Nils Rondhuis – memulai perjalanan mereka dari unggahan-unggahan SoundCloud, terinspirasi oleh para pionir seperti Skrillex, RL Grime, Diplo, dan Flosstradamus.
Mereka muncul di saat musik big-room house masih mendominasi festival global, tetapi justru memilih jalur berbeda: membuat sesuatu yang lebih mentah, berani, dan anti-mainstream.

“Waktu itu, semua orang di label menyarankan kami bikin big-room karena katanya lebih gampang terkenal. Tapi kami pilih ikut kata hati. Kami ingin bikin sesuatu yang benar-benar keren menurut kami — meski itu berisiko dan belum tentu diterima pasar,” ujar Yellow Claw dalam wawancara terbaru.

Keputusan nekat itu terbukti tepat. Blood For Mercy bukan hanya membawa Yellow Claw ke panggung-panggung besar dunia, tetapi juga membantu mendefinisikan identitas musik trap versi Eropa. Album ini debut di posisi #1 Billboard Heatseekers Chart dan Top Dance/Electronic Albums Chart, serta memenangkan Edison Award, penghargaan musik tertinggi di Belanda yang setara dengan GRAMMY.