Serangan AS, China Siap Hadapi Perang Dingin Baru?

BeritaBandungRaya.com – Ketegangan global melonjak tajam setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Namun di balik gejolak yang terjadi di Timur Tengah, satu pertanyaan besar kini mencuat: Apakah dunia sedang menuju babak baru Perang Dingin antara Amerika Serikat dan China?

Langkah berani AS menyerang Iran dipandang bukan sekadar serangan terhadap satu negara, melainkan bagian dari peta kekuatan global yang lebih besar. Bagi China, yang selama ini menjalin hubungan strategis dengan Iran, aksi militer Washington dianggap sebagai provokasi terbuka yang bisa memicu perubahan konstelasi geopolitik dunia.

China, melalui Kementerian Luar Negeri, dengan tegas mengecam serangan tersebut. Beijing menegaskan bahwa tindakan AS adalah pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain, hukum internasional, dan Piagam PBB. Serangan ini, menurut China, tidak hanya memperkeruh situasi di Timur Tengah, tetapi juga berpotensi memantik konfrontasi lebih besar antarblok kekuatan dunia.

BACA JUGA: Serangan AS ke Iran Picu Kekhawatiran Global: Dunia Di Ambang Krisis Baru

“Dunia tidak memerlukan konfrontasi baru, apalagi ketika ketegangan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China terus meningkat,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China.

Selama beberapa tahun terakhir, hubungan Beijing-Washington memang terus memburuk. Dimulai dari perang dagang, ketegangan di Laut China Selatan, isu Taiwan, hingga perlombaan teknologi. Kini, langkah militer AS di Timur Tengah dinilai sebagai eskalasi baru yang bisa menyeret kedua negara dalam rivalitas terbuka di panggung global.

Lebih dari itu, China memiliki kepentingan strategis di Iran, terutama terkait proyek-proyek energi dan kerja sama dalam kerangka “Belt and Road Initiative” (BRI). Ketidakstabilan di Iran akan berdampak langsung terhadap rencana besar China dalam membangun konektivitas perdagangan global. Serangan AS terhadap Iran, bagi Beijing, bukan hanya ancaman militer, tetapi juga ancaman terhadap kepentingan ekonominya.

Sejumlah pengamat menilai, langkah AS menyerang Iran bukan hanya menyasar Teheran, tetapi juga merupakan sinyal keras kepada Beijing — bahwa dominasi Amerika di kawasan Timur Tengah masih kuat, dan AS tidak segan menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan pengaruhnya.

“Ini bukan sekadar soal Iran. Ini adalah pesan geopolitik: siapa yang menguasai Timur Tengah, menguasai jalur energi dunia,” ujar seorang analis internasional kepada Reuters.

Pertanyaannya sekarang: apakah China akan membalas langkah ini dengan konfrontasi terbuka atau memilih jalur diplomasi? Sejauh ini, Beijing masih menahan diri, memilih untuk memainkan peran sebagai kekuatan yang mendorong perdamaian sambil tetap menjaga kepentingannya di kawasan.