BeritaBandungRaya.com — Harga Bitcoin kembali tertekan dan turun tajam hingga menembus batas psikologis USD 80.000. Tekanan jual besar-besaran terjadi menyusul kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memicu kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi global.
Berdasarkan data terbaru pada awal pekan April 2025, harga Bitcoin (BTC) sempat anjlok ke level USD 77.000—menandai penurunan lebih dari 5 persen hanya dalam 24 jam terakhir. Koreksi tajam ini sekaligus menyeret kapitalisasi pasar kripto secara keseluruhan turun lebih dari 6 persen menjadi sekitar USD 2,51 triliun.
Kebijakan dagang yang agresif dari Gedung Putih memicu reaksi keras dari negara mitra seperti China, Uni Eropa, dan Kanada, yang turut mengumumkan langkah balasan. Aksi saling balas tarif ini memunculkan kekhawatiran akan meletusnya perang dagang global yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi dunia.
Sentimen negatif tersebut langsung memukul pasar aset berisiko, termasuk mata uang kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan Solana. Di pasar derivatif, likuidasi posisi long kripto juga terjadi secara masif, dengan nilai total mencapai lebih dari USD 890 juta dalam satu hari.
Analis menyebut kondisi ini mencerminkan tekanan jangka pendek, namun beberapa pengamat menilai ada potensi pemulihan dramatis. Tokoh Bitcoin Max Keiser bahkan memproyeksikan lonjakan harga BTC hingga USD 220.000 dalam waktu dekat, seiring meningkatnya pencarian aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.
Bitcoin Tertekan, Sinyal Resesi Makin Kuat
Kondisi pasar yang goyah ini dipicu oleh keputusan Presiden Trump yang secara sepihak memberlakukan tarif impor besar-besaran kepada sejumlah negara mitra dagang utama, termasuk Tiongkok, Eropa, bahkan Indonesia. Langkah ini menyalakan kembali kekhawatiran akan pecahnya perang dagang global jilid dua.