BeritaBandungRaya.com – Dalam beberapa tahun terakhir, secangkir kopi tidak lagi sekadar minuman penyemangat pagi. Bagi generasi Z, kopi telah menjelma menjadi simbol gaya hidup dan bahkan medium sosial yang merefleksikan identitas diri di tengah arus digital yang kian cepat.
Di mana pun kaki melangkah, aroma kopi kini mudah ditemukan—dari gang sempit dekat kampus, ruko kecil di pinggiran kota, hingga mal megah di pusat urban. Fenomena menjamurnya coffee shop di berbagai sudut kota menandai bagaimana budaya ngopi telah berubah menjadi ritual harian sekaligus ruang pelarian bagi banyak anak muda.
BACA JUGA : Fenomena FOMO Masih Kuat, 76% Anak Muda Indonesia Habiskan Uang Demi Gaya Hidup Teman
Kopi, Dari Sekadar Minuman ke Simbol Eksistensi
Dulu, kopi identik dengan bapak-bapak yang menyesapnya di pagi hari sambil membaca koran. Kini, maknanya bergeser. Kopi adalah “tombol on” bagi banyak anak muda. Tanpa kopi, hari terasa belum dimulai. Bahkan candaan “kopi dulu biar bisa mikir” sudah menjadi semacam mantra yang sah untuk mengawali aktivitas.
Namun, di balik rasa pahitnya, kopi kini juga punya nilai estetika. Segelas iced latte yang difoto dari angle sempurna di atas meja kayu, lalu diunggah ke Instagram dengan caption puitis—bisa menjadi bentuk ekspresi diri. Bagi Gen Z, kopi bukan cuma rasa, tapi juga narasi visual. Sebuah simbol eksistensi di era media sosial.
“Hidup itu seperti kopi, pahit tapi bikin melek,” begitu bunyi kutipan yang sering menghiasi feed media sosial. Ironisnya, yang paling pahit seringkali bukan kopinya, melainkan realitas hidup di baliknya.












