BeritaBandungRaya.com – Dunia kembali dilanda ketidakpastian akibat rentetan konflik geopolitik yang kian meluas, mulai dari perang Rusia–Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, hingga perang terbuka Israel–Iran yang kini mencuat. Situasi ini tidak hanya mengubah peta politik global, tetapi juga memberi tekanan serius pada pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia.
Namun di balik volatilitas tersebut, para investor disarankan untuk tidak panik. Justru, jika dipahami secara menyeluruh, krisis geopolitik dapat membuka peluang strategis dalam investasi jangka panjang.
Ketika Ketidakpastian Memuncak, Pasar Cenderung Melemah
Gejolak politik global kerap memicu reaksi cepat dari pelaku pasar. Ketika kabar konflik mencuat, investor global cenderung menarik modal dari pasar negara berkembang (capital outflow), memilih aset yang lebih aman seperti emas dan obligasi pemerintah. Akibatnya, nilai tukar mata uang lokal—termasuk rupiah—mengalami tekanan, sementara harga komoditas global seperti minyak, gas, dan gandum melonjak.
BACA JUGA: UKM Lokal Naik Kelas Berkat AI, Telkomsel Tuntaskan DCE Summit 2025 di Kota Bandung
Contohnya, konflik Rusia–Ukraina mendorong harga emas dan gandum global melonjak tajam. Fenomena serupa mulai terlihat di tengah perang Israel–Iran tahun ini.
Dampak ke Saham dan Sektor Domestik
Di Indonesia, dampak konflik geopolitik bervariasi tergantung sektor:
-
Positif: Saham energi, batu bara, dan komoditas (CPO, nikel, logam) cenderung menguat karena harga ekspor meningkat. Emiten yang berpendapatan dolar AS juga diuntungkan dari pelemahan rupiah.
-
Negatif: Sektor manufaktur berbasis impor, logistik, dan transportasi tertekan akibat kenaikan biaya bahan baku dan BBM. Perusahaan dengan utang dolar menghadapi tekanan likuiditas akibat pelemahan rupiah.
Sementara itu, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) menunjukkan ketahanan relatif dibanding indeks global. Pada beberapa periode konflik, Indonesia justru mencatat surplus perdagangan berkat harga komoditas tinggi.