Demam Padel di Swedia Redup, Ratusan Lapangan Ditutup dan Industri Terancam Bangkrut

BeritaBandungRaya.com – Industri olahraga padel di Swedia tengah menghadapi krisis besar. Setelah sempat mengalami masa kejayaan, kini banyak pemilik lapangan terpaksa menutup usahanya karena minimnya pelanggan. Kondisi ini menimbulkan gelombang kebangkrutan yang mengguncang bisnis padel di negara tersebut.

Dari Olahraga Populer ke Obsesi Nasional

Dilansir dari CourtBrain, Rabu (24/9/2025), olahraga padel pertama kali mulai populer di Swedia pada periode 2016 hingga 2020. Dalam waktu singkat, olahraga ini menjelma dari sekadar aktivitas rekreasi menjadi tren nasional.

Pada masa itu, lapangan padel tumbuh pesat di berbagai kota. Permintaan yang tinggi membuat bisnis ini dianggap sebagai peluang emas, tidak hanya bagi pengusaha berpengalaman tetapi juga para oportunis yang ingin meraup keuntungan cepat.

Puncak kejayaan padel terjadi saat pandemi Covid-19. Dengan kebijakan pembatasan yang relatif longgar di Swedia, padel menjadi pilihan olahraga ideal: minim kontak fisik, mudah dimainkan, dan menjadi sarana bersosialisasi bagi masyarakat yang lebih banyak bekerja dari rumah.

“Pada saat itu, permintaan begitu besar hingga jumlah lapangan meningkat lebih dari 1.000%,” tulis CourtBrain dalam laporannya.

BACA JUGA: Barcelona Comeback Gemilang, Tumbangkan Real Oviedo 3-1 di LaLiga

Setelah Pandemi, Permintaan Anjlok

Namun, setelah pandemi berakhir dan aktivitas masyarakat kembali normal, popularitas padel merosot tajam. Banyak orang kembali ke rutinitas semula, sementara lapangan yang dibangun selama masa booming justru melimpah ruah.

Akibat ketidakseimbangan ini, banyak fasilitas padel terpaksa ditutup. Permasalahan ini bukan hanya dialami oleh pengelola lapangan, tetapi juga oleh produsen peralatan olahraga padel.

“Semua orang ingin berinvestasi di bisnis ini saat sedang naik daun. Namun ketika permintaan turun, yang terjadi adalah kelebihan pasokan dan penurunan harga yang drastis,” jelas laporan tersebut.

Pada puncak popularitasnya, raket, bola, hingga perlengkapan padel laris manis. Sayangnya, produsen kemudian memproduksi dalam jumlah berlebihan yang akhirnya tidak terserap pasar, memicu krisis baru di sektor penjualan.