Selain sanksi akademik, Kementerian Kesehatan juga menjatuhkan hukuman administratif dengan mencabut hak PAP untuk melanjutkan pendidikan residen. Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menyebut bahwa pihaknya telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter bersangkutan, yang otomatis membatalkan izin praktiknya.
Kronologi Dugaan Pemerkosaan
Dalam laporan kepolisian, korban mengaku awalnya diajak PAP untuk melakukan prosedur “crossmatch darah” guna mempercepat kebutuhan darah untuk ayahnya. Namun korban justru dibawa ke ruangan kosong di lantai 7 Gedung MCHC RSHS, yang belum digunakan secara aktif.
BACA JUGA: Kode Promo Gojek & Grab Hari Ini, Kamis 10 April 2025 – Diskon & Cashback Buat Kamu yang Mau Jalan!
Di lokasi tersebut, korban diminta mengganti pakaian dengan baju operasi, lalu dipasangkan jarum infus pada kedua tangan. Cairan yang disuntikkan menyebabkan korban pusing dan akhirnya tidak sadarkan diri. Ketika sadar beberapa jam kemudian, korban mengalami nyeri pada area sensitif dan segera melaporkannya ke pihak keluarga.
Barang Bukti dan Upaya Bunuh Diri
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, menyebut pihaknya telah mengamankan sejumlah barang bukti seperti obat bius dan kondom. Diketahui juga bahwa pelaku sempat mencoba bunuh diri setelah menyadari aksinya terbongkar, dengan memotong pergelangan tangannya sendiri. Ia sempat dirawat sebelum akhirnya resmi ditahan.
Untuk memperkuat bukti, penyidik akan melakukan uji DNA terhadap cairan sperma yang ditemukan di tubuh korban dan di lokasi kejadian. “Kami sedang lakukan uji DNA untuk memastikan keterkaitan pelaku dengan barang bukti yang ditemukan,” kata Surawan.
Reaksi Publik dan Pendampingan Korban
Kasus ini menuai perhatian luas publik setelah viral di media sosial. Banyak warganet yang mengutuk tindakan pelaku, yang dianggap memanfaatkan posisi dan profesinya untuk melakukan kejahatan. Sejumlah influencer dan tokoh publik turut menyuarakan keprihatinan serta mendesak penegakan hukum yang transparan.
Unpad dan RSHS menegaskan bahwa mereka telah memberikan pendampingan psikologis dan hukum kepada korban, serta bekerja sama dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Keduanya juga berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas, demi memberikan rasa aman di lingkungan rumah sakit dan akademik.***