“Pinjol dan judol ini memicu keretakan rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jawa Barat juga menempati peringkat kedua secara nasional untuk kasus perceraian akibat KDRT dengan 653 kasus dari 7.243 kasus nasional,” tambah Siska.
Di sisi lain, Siska mengatakan bahwa pasangan usia subur (PUS) menghadapi berbagai tantangan, seperti rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi, risiko pernikahan usia dini, minimnya kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental, dan kurangnya pemahaman keluarga berencana. Hal-hal tersebut berkontribusi pada tingginya angka perceraian, stunting, hingga kematian ibu dan bayi.
Melihat sejumlah kronis tersebut, sambung Siska, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui DP3AKB bersama Dinas Kesehatan, Kemenag, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Balarea telah menyusun modul sekolah pranikah. Modul tersebut diujicobakan di dua kabupaten, meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cirebon.
BACA JUGA: Klasemen Akhir Piala Presiden 2025: Oxford United dan Port FC Melaju ke Final
“Pada 2025 ini modul tersebut diseminasi melalui kegiatan ToT Sekolah Pranikah. ToT ini diperuntukkan bagi fasilitator atau trainer bimbingan perkawinan, petugas dinas, dan penyuluh yang kami yakini sebagai agen perubahan dalam pembangunan keluarga di Jawa Barat,” ungkap Siska.***