Fenomena FOMO Masih Kuat, 76% Anak Muda Indonesia Habiskan Uang Demi Gaya Hidup Teman

Paradoks Literasi Keuangan yang Tinggi

Menariknya, di sisi lain, data dari Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK 2025 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan generasi muda justru termasuk yang tertinggi di antara kelompok usia lain.

Kelompok usia 26–35 tahun mencatat indeks literasi sebesar 74,04%, sementara kelompok 18–25 tahun tidak jauh tertinggal dengan 73,22%.

Namun, tingkat literasi yang tinggi ini belum sepenuhnya berbanding lurus dengan perilaku finansial yang bijak. Banyak anak muda memahami teori pengelolaan keuangan, tetapi tetap terjebak dalam gaya hidup konsumtif akibat tekanan sosial dan budaya digital yang serba cepat.

Tantangan Baru: Mengatur Keuangan di Era Digital

Di tengah derasnya arus informasi dan tren digital, mengatur keuangan pribadi menjadi bentuk perjuangan baru bagi generasi muda. Pengeluaran untuk nongkrong, traveling, atau sekadar mengikuti tren fashion dan gadget sering kali memicu pengelolaan keuangan yang tidak seimbang.

Kesadaran untuk membuat rencana anggaran bulanan, mempelajari manajemen keuangan dasar, dan mencari strategi penghematan tanpa mengorbankan gaya hidup sosial, kini menjadi kebutuhan mendesak.

“Mengelola keuangan di era digital bukan sekadar soal menabung, tapi soal menahan diri dari godaan sosial,” tulis laporan OCBC.

BACA JUGA : Riset Global: Indonesia Dinobatkan sebagai Negara dengan Durasi Bermain Mobile Game Terlama di Dunia

Kesimpulan

Fenomena konsumsi anak muda Indonesia tahun 2025 memperlihatkan bahwa FOMO masih menjadi kekuatan besar dalam membentuk perilaku finansial generasi muda.
Meski tingkat literasi keuangan meningkat, kemampuan untuk menerapkan prinsip keuangan sehat masih menjadi pekerjaan rumah bersama — baik bagi individu, lembaga pendidikan, maupun pemerintah.

Dengan gaya hidup yang semakin cepat dan sosial media yang kian berpengaruh, tantangan utama bagi anak muda kini bukan lagi bagaimana menghasilkan uang, melainkan bagaimana tetap bijak dalam mengelolanya tanpa kehilangan identitas sosial.***