Fenomena “Standar Sosmed”: Tekanan Hidup di Era Digital yang Kian Mengkhawatirkan

BeritaBandungRaya.com – Di era digital yang serba terkoneksi, media sosial telah menjadi panggung bagi jutaan orang untuk menampilkan versi terbaik dari hidup mereka. Namun di balik unggahan penuh senyum, liburan mewah, atau pencapaian karier yang mengilap, tersembunyi fenomena baru yang kian meresahkan: “hidup sesuai standar sosmed.”

BACA JUGA : WADUH, Sule Terseret Kasus Perselingkuhan Jule hingga Kena Semprot Netizen di Media Sosialnya

Fenomena ini menggambarkan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan citra ideal yang ditampilkan di media sosial—baik dalam hal penampilan, kesuksesan, maupun gaya hidup. Banyak orang merasa perlu terlihat bahagia, sukses, dan “sempurna,” meski kenyataannya tidak selalu demikian.

Tekanan untuk Terlihat Sempurna

Psikolog dan pakar komunikasi digital menyebut fenomena ini sebagai bentuk “kompetisi eksistensial” yang tanpa disadari mendorong individu untuk hidup demi validasi online.

“Ketika orang mulai membangun identitas berdasarkan likes, views, dan komentar, mereka kehilangan keaslian diri,” kata seorang psikolog sosial dari Universitas Indonesia.
Ia menambahkan bahwa media sosial sering menciptakan realitas semu, di mana setiap unggahan dikurasi agar tampak ideal dan tanpa cela.

Hal ini menciptakan tekanan tersendiri, terutama bagi kalangan muda yang sedang mencari jati diri. Mereka merasa perlu menampilkan hidup yang ‘sempurna’—bahagia, mapan, dan produktif—meskipun kenyataannya bisa sebaliknya.

Dampak Psikologis dan Sosial yang Nyata

Penelitian global menunjukkan, paparan berlebihan terhadap konten yang terlalu “ideal” dapat memicu perasaan tidak aman (insecurity) dan perbandingan sosial (social comparison).
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out)—takut tertinggal dari orang lain—semakin memperburuk keadaan.

Dampak yang muncul antara lain: