BeritaBandungRaya.com – Jika Anda memperhatikan papan nama “Asgar” di depan banyak tempat pangkas rambut di perkotaan, itu bukan sekadar kebetulan. “Asgar,” yang merupakan singkatan dari Asli Garut, menjadi identitas khas para tukang cukur yang berasal dari Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Fenomena ini bukan sekadar budaya, tetapi jejak sejarah panjang yang dimulai sejak 1950-an.
Sejarah ini bermula dari konflik yang melanda Garut akibat pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh S.M. Kartosoewirjo. Konflik bersenjata yang berlangsung pada 1953-1956 membuat ribuan warga Garut, termasuk dari Banyuresmi, terpaksa mengungsi ke kota-kota terdekat, salah satunya Bandung.
Para pengungsi yang sebelumnya bertani kemudian harus beradaptasi dengan lingkungan perkotaan. Beragam pekerjaan baru mereka jalani, mulai dari pedagang kaki lima hingga tukang cukur rambut. Namun, profesi sebagai tukang cukur ternyata paling menjanjikan karena kebutuhan akan jasa potong rambut tak pernah surut.
Baca Juga : Long Weekend, Whoosh Mengalami Lonjakan Penumpang Yang Signifikan
Menjadi tukang cukur adalah pilihan yang praktis. Selain tidak membutuhkan modal besar, profesi ini bisa dijalankan di mana saja, bahkan di bawah pohon rindang. Keahlian mencukur diwariskan dari generasi ke generasi, sesuai dengan nilai adat Sunda yang menekankan pentingnya bimbingan dari orang tua kepada anak muda.
Sejak kecil, anak-anak di Banyuresmi sering diajak ke tempat pangkas rambut untuk belajar secara langsung dari para senior. Mereka dilatih hingga mahir sebelum akhirnya membuka usaha pangkas rambut sendiri. Pola pewarisan keahlian ini menjadi kunci keberlanjutan profesi tukang cukur Asgar hingga kini.