Generasi Z dan Gelombang Resign: Antara Tekanan Mental, Beban Kerja, dan Lingkungan yang Kurang Mendukung

BeritaBandungRaya.com – Generasi Z kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—kini menjadi kekuatan baru dalam dunia kerja Indonesia. Dengan populasi sekitar 75 juta jiwa, mereka membawa semangat dan cara pandang berbeda terhadap pekerjaan. Namun di balik energi muda itu, muncul tantangan besar yang kini banyak dirasakan perusahaan: gelombang resign dini dari karyawan muda yang tak terelakkan.

BACA JUGA: Hidup Tidak Sehat di Usia Muda Bisa Picu Penyakit Sejak Usia 30-an

Fenomena ini bukan sekadar soal gaji atau ambisi karier, tapi lebih dalam: beban kerja berlebihan, tekanan mental, dan minimnya dukungan sosial.

Generasi Digital yang Rentan Stres

Sebagai digital native, Gen Z tumbuh dengan teknologi dan akses informasi cepat. Tapi saat terjun ke dunia kerja, banyak dari mereka merasa kesulitan beradaptasi dengan ritme dan ekspektasi perusahaan.

Studi menunjukkan bahwa 65% karyawan Gen Z yang baru bekerja mempertimbangkan resign dalam waktu dekat. Penyebab utamanya?

  • Tugas menumpuk

  • Minimnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan

  • Lingkungan kerja yang kurang suportif

  • Tekanan mental dan emosional yang tinggi

Beban Kerja dan Stres: Kombinasi Pemicu Resign

Survei JakPat yang dikutip dalam penelitian Rangga & Hermiati (2023) menemukan bahwa:

  • Gaji tak sebanding tugas

  • Budaya kerja yang tidak sehat

  • Beban kerja berat dan stres kronis adalah tiga alasan terbesar Gen Z memilih berhenti bekerja.

Stres tidak hanya datang dari pekerjaan, tapi juga dari hubungan yang tidak harmonis dengan atasan maupun rekan kerja. Bahkan menurut studi Deloitte 2024, 4 dari 10 karyawan Gen Z merasa stres sepanjang waktu karena kerja keras yang tak kunjung mendapat apresiasi.