BACA JUGA: Tagar #SaveRajaAmpat Menggema, Aktivitas Tambang Nikel Picu Protes dan Sorotan Publik
Pelanggaran terhadap Regulasi
Greenpeace menegaskan bahwa aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran seharusnya dilarang berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun, ketiga pulau tersebut justru mulai dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kepentingan industri nikel.
Limpasan tanah dari pembukaan lahan dilaporkan telah memicu sedimentasi di pesisir yang membahayakan ekosistem terumbu karang Raja Ampat.
Selain tiga pulau tersebut, Pulau Batang Pele dan Manyaifun yang berdekatan dengan destinasi wisata ikonik Piaynemo juga dilaporkan terancam aktivitas serupa.
Respons Pemerintah dan DPR
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan akan mengevaluasi izin-izin tambang nikel di Raja Ampat. Ia menekankan pentingnya perlakuan khusus terhadap wilayah Papua karena statusnya sebagai daerah otonomi khusus.
“Saya akan panggil pemilik IUP, baik itu BUMN atau swasta. Kita harus melihat apakah kearifan lokal sudah dihargai,” kata Bahlil, Selasa (3/6).
Di sisi legislatif, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menegaskan bahwa pertambangan tidak mungkin berjalan berdampingan dengan pariwisata. Ia menilai narasi “pertambangan ramah lingkungan” adalah ilusi yang membahayakan keberlanjutan kawasan Raja Ampat.
“Kalau ada tambang, tidak mungkin bisa menjaga ekosistem. Bohong itu,” tegas Evita saat kunjungan kerja ke Sorong, Papua Barat Daya.