Tantangan Regulasi
Meski pertumbuhan pasar sangat positif, tantangan masih ada. Pajak karbon belum sepenuhnya diberlakukan, sementara roadmap perdagangan emisi di sektor non-listrik masih dalam penyusunan. Di sisi global, Indonesia baru meneken kerja sama pengakuan kredit karbon (MRA) dengan Gold Standard Registry, dan masih berproses dengan VERRA Registry. Langkah ini penting agar kredit karbon Indonesia diakui dalam mekanisme Article 6 Paris Agreement, CORSIA, dan pasar sukarela internasional.
Dukungan BEI: CarbonACT Indonesia
BEI juga meluncurkan program CarbonACT Indonesia untuk memperkuat ekosistem hijau. Program ini meliputi edukasi publik, penyediaan carbon calculator, inkubator Net Zero untuk perusahaan tercatat, serta penerbitan instrumen investasi berkelanjutan seperti green bond, reksadana ESG, hingga indeks saham berbasis ESG.
Selain itu, BEI mengeluarkan panduan ESG Metrics Reporting Guidelines yang mencakup 28 metrik utama. Panduan ini membantu emiten menyusun laporan keberlanjutan sekaligus memudahkan investor menilai risiko dan peluang investasi hijau.
BACA JUGA: IHSG Diproyeksikan Bergerak Sideways, Sektor Energi dan Barang Baku Jadi Sorotan
Menuju Carbon Hub Asia
Dengan capaian ini, Indonesia berpotensi menjelma sebagai carbon hub Asia. Pertumbuhan transaksi masif, meningkatnya kesadaran publik, hingga pengakuan internasional menjadi fondasi kuat. Meski regulasi masih perlu diperkuat, peluang Indonesia untuk menjadi salah satu pusat perdagangan karbon terbesar dunia semakin nyata.
Ke depan, keberhasilan IDXCarbon sangat bergantung pada sinergi pemerintah, regulator, pelaku pasar, dan masyarakat. Jika kolaborasi ini berjalan baik, bursa karbon tak hanya memperkuat ekonomi hijau nasional, tetapi juga mewariskan bumi yang lebih lestari bagi generasi mendatang.***