BeritaBandungRaya.com – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kini tengah meninjau rencana pembebasan royalti musik bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Selain menjadi langkah afirmatif untuk meringankan beban ekonomi usaha kecil, kebijakan ini juga dipandang strategis dalam mempersempit ruang penyalahgunaan sistem royalti untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).
BACA JUGA :Tim Henson, Gitaris Visioner Polyphia yang Mengubah Wajah Musik Modern
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen menegaskan pentingnya evaluasi terhadap mekanisme penarikan royalti yang selama ini diberlakukan seragam kepada semua pelaku usaha, tanpa mempertimbangkan kapasitas ekonomi masing-masing.
“Negara hadir tidak hanya untuk melindungi hak cipta, tetapi memastikan keadilan proporsional. Pembebasan bagi UMK menjadi kebijakan afirmatif yang seimbang antara hak pencipta dan keberlangsungan usaha kecil,” ujar Min dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (4/11/2025).
Royalti Musik dan Risiko TPPU: Celah yang Perlu Ditutup
Kemenkumham menilai bahwa sistem royalti yang dikelola lembaga manajemen kolektif (LMK) memiliki kerentanan tersendiri. Aliran dana yang berlapis dan sulit dilacak berpotensi dimanfaatkan sebagai sarana menyamarkan asal-usul uang.
Dalam beberapa tahun terakhir, ditemukan indikasi bahwa sebagian LMK tidak menyalurkan royalti secara tepat kepada pencipta lagu, bahkan diduga menjadi medium pencucian uang dalam kasus tertentu.
“Industri musik bisa menjadi ruang rawan TPPU karena mekanismenya yang kompleks. Pembenahan tata kelola LMK dan pembebasan royalti bagi UMK dapat memperkecil ruang praktik ilegal tersebut,” tegas Min.












