“Kepada Prof. @JimlyAs, sampai dengan UU TNI disahkan, @DPR_RI tidak mengunggah ‘Rancangan Peraturan Perundang-undangan’ TNI di laman resminya. Apakah menurut Prof., DPR telah melanggar Pasal 96 ayat (4) UU No. 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?” tulis Fedi.
Unggahan Fedi tersebut langsung mendapat perhatian luas dari netizen dan menjadi trending topic. Banyak warganet yang turut mempertanyakan transparansi DPR RI dalam mengesahkan undang-undang yang memiliki dampak besar terhadap struktur militer Indonesia.
BACA JUGA: Tragedi di Tanah Suci: Bus Rombongan Jemaah Umrah Kecelakaan di Arab Saudi, 6 WNI Meninggal
Jimly Asshiddiqie Beri Tanggapan
Menanggapi pertanyaan Fedi Nuril, Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa substansi dari revisi UU TNI sebenarnya tidak bermasalah. Menurutnya, isu utama yang menjadi sorotan publik lebih kepada cara dan waktu pembahasannya yang dinilai kurang melibatkan masyarakat.
“UU TNI hari ini disahkan DPR dalam sidang paripurna yang dihadiri wakil pemerintah. Dari segi isinya, UU ini tidak ada masalah seperti yang banyak disalahpahami dan dikaitkan dengan dwifungsi TNI seperti Orde Baru. Ribut-ribut soal ini cuma tentang cara dan timing pembahasan serta komunikasinya ke publik yang terkesan kurang. Selamat,” tulis Jimly dalam cuitannya.
Pernyataan Jimly ini tetap memicu perdebatan di kalangan masyarakat, mengingat salah satu tuntutan utama dari para pengkritik adalah keterbukaan dalam proses legislasi, bukan hanya substansi dari undang-undang itu sendiri.
DPR dan Pemerintah Tegaskan Tidak Ada Masalah Substansi
Dalam rapat paripurna, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, menegaskan bahwa revisi ini tetap menjaga prinsip profesionalisme TNI dan menolak dwifungsi militer. Ia juga memastikan bahwa aturan yang melarang prajurit aktif terlibat dalam politik tetap berlaku.
BACA JUGA: Pemilik Kendaraan Bekas Tak Perlu Repot! Perpanjang STNK Kini Tanpa KTP Pemilik Lama
“DPR dan pemerintah sepakat mempertahankan Pasal 47 ayat 1 yang mewajibkan prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun. Artinya, aturan ini tetap konsisten melarang dwifungsi TNI,” ujar Utut.