Menikah dan Punya Anak Bukan Kewajiban, Tapi Pilihan
Sebagai akademisi dan feminis Muslim, Alimatul menegaskan bahwa dalam perspektif Islam, menikah adalah anjuran, bukan kewajiban mutlak. Ia menilai pandangan bahwa menikah adalah “separuh dari agama” sesungguhnya merupakan bentuk motivasi spiritual, bukan tekanan sosial.
“Al-Qur’an sudah mengantisipasi akan datang masa ketika sebagian orang enggan menikah. Itu sebabnya, menikah adalah anjuran agar manusia membangun peradaban, bukan kewajiban yang membatasi kebebasan individu,” ujarnya.
Meski demikian, Alimatul mengingatkan bahwa pilihan untuk tidak menikah atau tidak memiliki anak sebaiknya tidak dijadikan gerakan sosial.
“Silakan menjadikannya nilai pribadi, tapi jangan sampai berubah menjadi kampanye massal. Kalau semua orang tidak menikah dan tidak punya anak, siapa yang akan meneruskan dakwah, pendidikan, dan kehidupan sosial kita?” katanya.
Kesetaraan Gender dan Peran Keluarga Modern
Menanggapi kekhawatiran bahwa gerakan emansipasi perempuan telah “melenceng dari kodrat”, Alimatul menegaskan pentingnya memahami kesetaraan gender secara proporsional.
“Kesetaraan tidak berarti perempuan dan laki-laki harus identik. Keduanya memiliki peran biologis dan sosial yang berbeda, namun setara dalam nilai dan tanggung jawab,” jelasnya.
Ia juga menyoroti beban ganda yang masih banyak dialami perempuan dalam rumah tangga, terutama dalam pengasuhan anak. Pandemi COVID-19 disebut sebagai bukti nyata, ketika banyak perempuan harus menjadi guru bagi anak-anak mereka di rumah.
“Dalam teks agama, mendidik anak adalah kewajiban bersama antara ayah dan ibu, bukan hanya tugas ibu. Kita perlu menyeimbangkan kembali peran ini,” tegasnya.












