“Semua jenazah sudah dikembalikan kepada keluarga atau wali santri sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (7/10/2025).
Duka dan Sikap Wali Santri
Di tengah proses evakuasi, sejumlah keluarga korban masih bertahan di posko pencarian untuk menunggu kabar terbaru. Sebagian besar dari mereka telah diambil sampel DNA untuk pencocokan identitas korban.
Baca Juga: Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tiba-tiba Temui Yai Mim dan Sahara di Malang, Ada Apa?
Salah satu wali santri asal Sampang, Madura, Ahmad, mengatakan keluarganya pasrah atas musibah tersebut. “Sudah diambil DNA, kami hanya menunggu hasilnya agar bisa memakamkan anak kami,” ujarnya.
Beberapa wali santri lain juga menyatakan tidak akan menuntut pihak pesantren secara hukum. Mereka menilai kejadian itu sebagai musibah yang sudah menjadi kehendak Tuhan.
“Ini takdir Allah. Kami tidak ingin menyalahkan siapa pun,” kata Lina, wali santri asal Jawa Barat, yang kehilangan anaknya dalam tragedi tersebut.
Hal senada diungkapkan Muhammad Sukron, wali santri asal Sampang. Ia meyakini pembangunan musala dilakukan dengan niat baik tanpa unsur kelalaian. “Saya melihat ini sebagai ujian. Mudah-mudahan menjadi pelajaran agar pembangunan ke depan lebih hati-hati,” ujarnya.
Pengamat: Takdir Bukan Alasan Lepas Tanggung Jawab
Namun, pandangan berbeda datang dari kalangan pengamat. Ismail Al-A’lam, peneliti dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, menilai pernyataan pengasuh pondok yang menyebut ambruknya musala sebagai “takdir Allah” tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menghindari tanggung jawab.