BeritaBandungRaya.com– Belakangan ini konflik Thailand dan Kamboja kembali menyita perhatian dunia. Bentrokan sengit yang melibatkan kedua negara di kawasan perbatasan menyebabkan korban jiwa, pengeboman, dan penembakan yang memicu kekhawatiran internasional.
Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin, melaporkan sedikitnya 13 warga sipil dan satu tentara Thailand tewas akibat serangan militer Kamboja. Puluhan ribu warga sipil terpaksa mengungsi ke tempat perlindungan. Thailand menyebut tindakan Kamboja sebagai bentuk kejahatan perang.
BACA JUGA: Konflik Thailand–Kamboja Memanas, 14 Tewas dan Puluhan Ribu Mengungsi, Perang Semakin Brutal
Sementara itu, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menanggapi dengan menyerukan pertemuan darurat bersama Dewan Keamanan PBB, menyebut serangan Thailand sebagai ancaman terhadap stabilitas kawasan.
Konflik ini sebenarnya telah memanas sejak Mei 2025 lalu, ketika ranjau darat meledak di wilayah sengketa dan menewaskan seorang tentara Kamboja serta melukai dua tentara Thailand. Hubungan diplomatik kedua negara pun memburuk, masing-masing menarik duta besarnya dan saling tuduh melanggar perbatasan.
Penyebab utama konflik adalah sengketa atas kepemilikan Kuil Preah Vihear, kuil Hindu bersejarah yang dibangun sejak abad ke-11 dan terletak di puncak Pegunungan Dangrek, perbatasan Thailand-Kamboja. Meski Mahkamah Internasional pada 1962 menyatakan kuil itu milik Kamboja, Thailand tidak sepenuhnya menerima keputusan tersebut.
Tahun 2008, ketegangan memuncak lagi setelah Kamboja mendaftarkan Preah Vihear sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Thailand menolak karena mengklaim wilayah sekitar kuil adalah bagian dari teritorinya. Sejak itu, bentrokan kecil hingga besar kerap terjadi, termasuk pada 2009 yang menyebabkan korban luka dan jiwa.
Konflik antara Thailand dan Kamboja bukan sekadar masalah batas wilayah, tetapi juga menyangkut identitas nasional, sejarah panjang Kekaisaran Khmer dan Kerajaan Siam, serta warisan budaya yang bernilai tinggi. Hingga kini, belum ada titik terang penyelesaian sengketa, dan situasi masih berpotensi memanas sewaktu-waktu.***