Soroti Dampak Sosial dan Tenaga Kerja
Meski memahami tujuan pengendalian konsumsi, Purbaya menilai ada aspek yang belum diperhatikan secara matang dalam perumusan kebijakan cukai selama ini, yakni nasib tenaga kerja di industri rokok.
Menurutnya, kebijakan yang menekan industri tanpa adanya program mitigasi justru dapat menimbulkan masalah sosial baru berupa pengangguran.
“Apakah kita sudah buat program untuk memitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah? Enggak ada. Loh kok enak? Kenapa buat kebijakan seperti itu?” tegasnya.
Purbaya menambahkan, selama belum ada program yang mampu menyerap tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akibat penurunan industri, pemerintah tidak boleh membiarkan industri ini mati.
“Industri itu enggak boleh dibunuh, karena hanya akan menimbulkan orang susah. Tapi memang yang merokok harus dibatasi,” ujarnya.
Tren Kenaikan Tarif Cukai Beberapa Tahun Terakhir
Tarif cukai rokok di Indonesia memang mengalami kenaikan secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir, meski pemerintah menerapkan kebijakan tahun jamak pada 2023–2024 dan tidak menaikkan tarif pada 2025.
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, berikut tren tarif cukai dan dampaknya terhadap produksi serta penerimaan negara:
2022: Tarif naik 12%, penerimaan cukai mencapai Rp 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang.
2023: Tarif naik 10%, namun produksi menurun menjadi 318,1 miliar batang, dan penerimaan turun ke Rp 213,5 triliun.
2024: Tarif tetap 10%, produksi kembali turun tipis ke 317,4 miliar batang, tetapi penerimaan naik menjadi Rp 216,9 triliun.
Data ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif tidak selalu linear dengan peningkatan penerimaan negara, terutama karena penurunan volume produksi.