Tantangan dan Arah ke Depan
Meski memiliki prospek besar, pengembangan SAF masih dihadapkan pada sejumlah tantangan — mulai dari keterbatasan pasokan bahan baku minyak jelantah hingga biaya produksi yang 2–3 kali lebih tinggi dari avtur konvensional.
Karena itu, pemerintah menyiapkan skema insentif fiskal, pembiayaan hijau, serta mendorong kerja sama lintas kementerian dan industri untuk memastikan keberlanjutan proyek ini.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM telah menyusun Roadmap SAF Nasional, dengan tiga fase pengembangan:
-
2025–2027: Penguatan infrastruktur produksi dan distribusi, target campuran 1%.
-
2028–2035: Peningkatan produksi domestik hingga 500 ribu kiloliter per tahun, dengan pemakaian 5%.
-
2036–2060: Bauran energi SAF ditargetkan mencapai 50%.
BACA JUGA : Polytron Kokoh di Puncak Pasar Motor Listrik Nasional, Catat Penjualan Hampir 40.000 Unit
Dari Minyak Jelantah ke Langit Biru
Transformasi minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi juga simbol perubahan paradigma energi nasional.
Indonesia kini berdiri di posisi strategis — memiliki sumber daya melimpah, teknologi teruji, pasar besar, dan dukungan kebijakan pemerintah.
Lebih dari sekadar transisi energi, SAF adalah upaya kolektif untuk membuktikan bahwa limbah yang dulu dianggap tak berguna bisa menjadi bahan bakar bagi masa depan yang lebih hijau.
Langkah Indonesia menuju langit bebas emisi pun baru saja dimulai — dan dunia sedang memperhatikannya.***










