Pengamat: Harus Ada Keadilan, Bukan Sekadar Nasionalisasi
Sejumlah ekonom dan akademisi hukum Islam menyerukan agar nasionalisasi ini tidak sekadar menjadi agenda politik, tapi disertai sistem pengelolaan yang berkeadilan dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam adalah milik bersama (mulk ‘amm) yang harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemanfaatan publik.
Keadilan (‘adl) dan keberlanjutan (maslahah) harus menjadi fondasi kebijakan — bukan hanya retorika.
“Negara boleh mengambil alih aset strategis, tapi hasilnya harus kembali ke rakyat. Petani kecil tidak boleh menjadi korban dari struktur kekuasaan baru,” ujar seorang pakar ekonomi syariah dari UIN Jakarta.
Rancangan Solusi Berbasis Prinsip Islam
Para pengamat menawarkan beberapa langkah konkret untuk memastikan arah baru industri sawit tetap berkeadilan:
· Inventarisasi lahan dan legalisasi hak petani agar tidak ada penggusuran sepihak.
· Pemberdayaan dan akses modal halal untuk memperkuat posisi petani kecil dalam rantai nilai.
· Pembentukan lembaga pengawas independen untuk menjaga transparansi pengelolaan Agrinas Palma Nusantara.
· Penerapan prinsip syariah dalam transaksi industri, menghindari praktik riba dan memastikan kejujuran di setiap mata rantai bisnis.
BACA JUGA : The Cursed: Teror dari Obsesi Manusia, Bukan Sekadar Kisah Hantu
Menatap Masa Depan Sawit Nasional
Indonesia kini punya peluang langka untuk menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam bisa dilakukan secara berdaulat sekaligus berkeadilan.
Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, model pengelolaan sawit berbasis nilai-nilai Islam bisa menjadi contoh baru bagi negara lain — bahwa ekonomi tidak harus bertentangan dengan moralitas.
Jika prinsip keadilan dan kemaslahatan ditegakkan, Agrinas Palma Nusantara tak hanya akan dikenang sebagai simbol nasionalisasi ekonomi, tapi juga sebagai titik awal transformasi industri sawit Indonesia yang berkeadilan, berkelanjutan, dan menyejahterakan umat.***












