Pengesahan UU TNI: Reformasi Dikhianati atau Perkuat Demokrasi?

Baca Juga: Serangan Mematikan di Gaza: Anak-Anak Jadi Korban, Tenaga Medis Kewalahan

Golkar: Tidak Ada Dwifungsi TNI, Hanya Pembatasan Jabatan Sipil

Di sisi lain, Partai Golkar menepis anggapan bahwa UU TNI terbaru membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi ABRI. Ketua Fraksi Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menegaskan bahwa revisi ini justru memberi batasan bagi anggota TNI yang ingin masuk ke ranah sipil.

“Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali. Justru UU ini memberi limitasi, hanya ada 14 posisi jabatan publik yang dapat diisi prajurit aktif. Selain itu, mereka harus pensiun jika ingin masuk ke jabatan sipil,” kata Sarmuji.

Penempatan TNI di lembaga-lembaga tertentu, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), menurutnya sudah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki TNI.

Baca Juga: Timnas Indonesia Kalah Telak, Disalip Arab Saudi di Klasemen Kualifikasi Piala Dunia 2026

Panglima TNI: Prajurit Masih Ada yang Jadi Tukang Ojek

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa larangan berbisnis bagi prajurit tetap berlaku dalam UU terbaru. Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa masih ada prajurit yang mencari penghasilan tambahan dengan usaha kecil-kecilan.

“Anggota saya ada yang ngojek, ada yang jualan es di markasnya. Itu bukan bisnis besar, jadi jangan dipermasalahkan,” ujar Agus.

Pemerintah Tegaskan Tidak Ada Intervensi Prabowo

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pengesahan revisi UU TNI merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR tanpa campur tangan Presiden Prabowo Subianto.

“Semua ini hasil kesepakatan bersama. Tidak ada permintaan Presiden,” kata Sjafrie.