Ancaman Bagi Reputasi Indonesia
Kekhawatiran ini turut diamini oleh Yannes Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menilai, gangguan dari preman dan ormas terhadap proyek besar seperti BYD bisa membawa dampak serius secara jangka panjang, baik terhadap peluang kerja maupun citra Indonesia sebagai negara ramah investasi.
“Reputasi Indonesia sebagai lokasi yang ramah investasi dan yang menjanjikan juga tampaknya terancam, terutama dalam sektor strategis seperti memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global industri EV dunia,” ujarnya.
Baca Juga: Siap UTBK SNBT 2025! Ini 10 Contoh Soal Pengetahuan Kuantitatif Lengkap dengan Pembahasannya
Proyek Strategis Bernilai Tinggi
Pabrik BYD yang kini tengah dibangun di atas lahan seluas 108 hektare di Subang dirancang menjadi pusat produksi otomotif terbesar di kawasan ASEAN. Perusahaan telah memutuskan untuk memperluas area hingga 126 hektare, termasuk menambah kapasitas produksi dan lini kendaraan baru seperti Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) premium.
Jumlah tenaga kerja yang terserap juga tidak main-main. Dari sebelumnya 8.700 orang, proyek ini ditargetkan menyerap hingga 18.814 tenaga kerja. Produksi komersial dijadwalkan mulai awal 2026.
Namun, semua ambisi ini bisa saja berisiko bila masalah keamanan dan kenyamanan bagi investor tidak segera diselesaikan secara serius.
Situasi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk bersikap tegas. Akses terhadap investasi tidak hanya ditentukan oleh regulasi yang ramah, tapi juga oleh lingkungan sosial yang aman dan tertib. Jika ingin bersaing di panggung global, Indonesia harus lebih dari sekadar membuka pintu—ia harus menjamin bahwa siapa pun yang masuk, akan merasa aman untuk tinggal dan tumbuh.