Premanisme Ganggu Pabrik BYD di Subang, Ketua MPR Desak Pemerintah Bertindak Tegas

“Jaminan keamanan adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” tegasnya.

Target Produksi Ambisius

Sementara itu, General Manager BYD Asia-Pacific, Liu Xueliang, menyampaikan bahwa pembangunan pabrik di Indonesia termasuk yang tercepat, bahkan bila dibandingkan dengan pembangunan serupa di China dan Thailand yang biasanya memakan waktu 10 hingga 16 bulan.

Jika semua berjalan lancar, pembangunan ditargetkan selesai pada akhir 2025, dengan produksi komersial dimulai pada awal 2026. Fasilitas ini akan memiliki kapasitas produksi awal sebanyak 150.000 unit kendaraan per tahun dan berpotensi dikembangkan untuk memproduksi kendaraan listrik jenis Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) premium.

Pabrik yang berlokasi di kawasan Subang Smartpolitan ini berdiri di atas lahan seluas 108 hektare dan akan diperluas menjadi 126 hektare. Nilai investasinya ditaksir mencapai Rp 11,7 triliun. Selain memperluas produksi, proyek ini juga diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja secara signifikan—dari sekitar 8.700 orang menjadi lebih dari 18.000 pekerja.

Baca Juga: Menambah Penghasilan dari Lingkungan Sekolah, Ini 7 Ide Usaha yang Mudah dan Menguntungkan

Pemerintah Didorong Ambil Langkah Nyata

Hingga kini, pihak BYD Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan gangguan pembangunan tersebut. Namun tekanan dari publik dan pejabat tinggi seperti Eddy Soeparno menjadi sinyal penting bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya pada kepastian hukum dan perlindungan investasi.

Jika tidak segera ditindak, gangguan seperti ini bisa merusak citra Indonesia di mata dunia sebagai destinasi investasi strategis, khususnya dalam industri kendaraan listrik yang tengah menjadi primadona global.