Banyak penulis mencatat tentang ratusan skema yang dikembangkan akademisi, penegak hukum dan pembuat kebijakan di seluruh dunia dalam rangka mengadaptasi restorative ini dalam skema system peradilan.
Tentu pekerjaan yang tidak mudah. Gerakan keadilan restoratif merupakan gerakan sosial global dengan keragaman internal yang sangat besar. Karena setiap negara, wilayah atau kelompok masyarakat memiliki kekhasan dalam jenis konflik sosial yang terjadi dan pendekatan yang berbeda-beda.
Bahwa restorative justice merupakan suatu konsep yang terbuka. Potensi trasformatif atas penerapannya di berbagai perkara kedepan pasti akan banyak mengejutkan berbagai pihak. Utamanya dalam perkembangan penerapan diberbagai jenis dan kualifikasi tindak pidana yang tidak terfikirkan sebelumnya.
BACA JUGA: HORE, Film Adaptasi Webtoon ‘Business Proposal’ Siap Tayang di Bioskop Indonesia, Catat Tanggalnya!
Prof Eva memastikan bahwa ke depan Restorative justice akan mengalami transformasi dan perkembangan terus-menerus seiring dengan perkembangan modus operandi, model kejahatan serta perkembangan cara penanganannya.
“Dan kita semua harus bersiap untuk itu. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 paling tidak telah membuka jalan bagi penegak hukum untuk dapat meramu model sanksi yang tepat yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana dengan mengacu pada tujuan pemidanaan berbasis restorative justice. Sayangnya kita masih memiliki tunggakan pekerjaan rumah yaitu pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mampu memberikan ruang bagi model penanganan perkara pidana yang juga berbasis restorative justice,” ungkap Prof Eva.***
1 komentar
Komentar ditutup.