Rupiah Bangkit di Tengah Ancaman Perlambatan Ekonomi dan Tekanan Global

“Nilai tukar memang mulai stabil, tapi belum kembali ke level asumsi Rp16.000. Itu masih jadi pekerjaan rumah,” katanya.

BI Belum Turunkan Bunga, Pilih Jaga Stabilitas

Bank Indonesia tampaknya tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuannya, mengingat penguatan rupiah masih belum sepenuhnya solid. BI lebih fokus pada stabilitas ketimbang ekspansi.

Di sisi lain, kebijakan pelonggaran likuiditas tetap digalakkan agar sektor perbankan terdorong menyalurkan kredit ke sektor prioritas.

BACA JUGA: Kalender Lengkap 2025: Libur Nasional, Cuti Bersama, dan Long Weekend yang Wajib Kamu Tandai

Tantangan Besar: Perlambatan Ekonomi dan Tarif AS

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, Rizal Taufikurahman, menyebut stabilitas keuangan nasional masih terjaga, namun tantangan dari luar terus meningkat. Tarif resiprokal AS dan lemahnya pertumbuhan global dapat memicu arus keluar modal yang lebih besar jika pasar kehilangan kepercayaan.

Berdasarkan hitung-hitungan Indef, kebijakan tarif AS bisa menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1 persen—membuat target 5 persen sulit tercapai. IMF pun sudah memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,7 persen.

Data BPS menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 4,87 persen pada triwulan I-2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya (5,03 persen) dan periode yang sama tahun lalu (5,11 persen).

Kesimpulan: Stabil, Tapi Belum Aman

Penguatan nilai tukar rupiah memberi harapan baru. Namun, tekanan dari perlambatan ekonomi global, ketidakpastian arah suku bunga The Fed, dan kebijakan tarif AS masih menjadi ancaman nyata. Pemerintah dan BI perlu meningkatkan komunikasi, menjaga kepercayaan pasar, serta waspada terhadap arus modal keluar.***