Separuh Bangunan di Bandung Tak Miliki Izin Resmi, Cermin Kelemahan Tata Ruang Kota

“SOP penyelesaian izin itu 28 hari. Tapi banyak berkas yang lengkap administratif, hanya tidak benar secara teknis. Itu yang membuat prosesnya sering bolak-balik,” jelasnya.

Sekitar 70 persen bangunan di Bandung adalah rumah tinggal, sementara sisanya merupakan bangunan usaha dan fasilitas publik.
Artinya, masalah ini bukan hanya tanggung jawab pelaku bisnis, tetapi juga masyarakat umum yang masih menganggap izin bangunan sekadar formalitas.

Risiko Nyata untuk Keselamatan dan Tata Kota

Absennya izin bukan sekadar pelanggaran hukum — ini juga menyangkut keselamatan publik.
Tanpa verifikasi teknis dari pemerintah, bangunan berpotensi memiliki struktur lemah, sistem drainase buruk, hingga risiko longsor atau banjir lokal.

“Kita tidak ingin pertumbuhan ekonomi mengorbankan keselamatan publik dan keteraturan kota,” tegas Rulli.

Bandung sedang berambisi menjadi kota metropolitan yang modern dan tertib tata ruang, tapi kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya: banyak bangunan tumbuh lebih cepat dari pengawasan.

Penertiban Bertahap atau Sekadar Retorika?

Pemkot Bandung berjanji akan melakukan penertiban dan sosialisasi bertahap, namun hingga kini belum ada tanda-tanda audit menyeluruh atau sanksi besar-besaran.
Kasus penyegelan FTL Gym hanyalah permukaan dari persoalan yang lebih dalam — struktur perizinan yang lemah, pengawasan minim, dan budaya “asal berdiri dulu, urus nanti.”

Tanpa langkah konkret, target keteraturan tata ruang hanya akan jadi wacana tahunan.

BACA JUGA ; Akhir Pekan di Bandung Bakal Padat, Ini Daftar Acara dan Titik yang Berpotensi Menimbulkan Kemacetan

Refleksi: Bandung di Persimpangan Jalan

Bandung kini berada di titik krusial: antara menjadi kota yang tumbuh cepat tapi semrawut, atau tumbuh teratur dengan dasar hukum dan keselamatan publik.

Jika pembiaran terhadap bangunan tanpa izin terus berlangsung, risikonya bukan cuma soal pelanggaran administratif, tapi juga rapuhnya struktur kota di masa depan.

Pilihannya kini ada di tangan pemerintah — apakah akan menegakkan aturan meski tidak populer, atau terus menutup mata demi pertumbuhan yang tampak indah di permukaan tapi berisiko runtuh di dalamnya.***