Terjun Bebas, Harga Bitcoin Ambruk ke Bawah US$75.000, Kekhawatiran Resesi dan Tarif Trump Picu Aksi Jual Massal

Analis Daan Crypto Trades mencatat bahwa volatilitas Bitcoin justru menyusut dalam beberapa waktu terakhir, meskipun indeks volatilitas saham (VIX) mencetak rekor tertinggi sejak pandemi COVID-19. “Ini sangat tidak biasa dan bisa menjadi sinyal akan ledakan harga dalam waktu dekat,” ujarnya.

Namun, untuk saat ini, pasar tampak masih dibayangi ketakutan yang mendalam. Dengan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS dan ancaman balasan dari Eropa, China, serta Kanada, investor memilih untuk menunggu dan melihat arah pasar selanjutnya.

BACA JUGA: Fatwa dari Gaza: Ketika Seruan Jihad Menggema di Tengah Reruntuhan

Tarif AS Berlanjut, Sentimen Pasar Negatif Menguat

Pemerintah AS di bawah Presiden Trump menegaskan bahwa tenggat penerapan tarif impor tetap akan dimulai pada 9 April 2025. Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan berlangsung selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.

Eskalasi ini pun mengundang reaksi keras dari negara-negara mitra dagang. Uni Eropa telah menyiapkan balasan dengan menargetkan hingga US$28 miliar produk impor asal AS. Sementara itu, China dan Kanada juga mengumumkan langkah-langkah pembalasan yang memperkeruh situasi.

Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan jatuhnya pasar saham AS secara drastis—Dow Jones sempat kehilangan 1.531 poin dalam perdagangan akhir pekan—prospek ekonomi dunia menjadi kian gelap.

Pasar kini berada di persimpangan jalan: apakah Bitcoin akan menjadi pelarian utama bagi investor seperti yang diklaim sebagian pihak, atau justru ikut tenggelam bersama gejolak ekonomi global yang terus memanas?***