Kapolres Lumajang, AKBP Yandri Irsan, menyebut bahwa kasus ini telah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang. Jaksa menghadirkan tiga saksi fakta dari TNBTS, yaitu Edwy Yunanto, Yunus Tri Cahyono, dan Untung, yang mengonfirmasi adanya kerusakan ekosistem akibat penanaman ganja.
Klarifikasi Pihak TNBTS
Menanggapi viralnya temuan ini, Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, memberikan klarifikasi bahwa lokasi ladang ganja tidak berada di jalur wisata Gunung Bromo maupun pendakian Gunung Semeru. Ladang ganja berada di sisi timur kawasan TNBTS, sekitar 11 km dari area wisata Bromo dan 13 km dari jalur pendakian Semeru.
Rudijanta juga menegaskan bahwa larangan penggunaan drone di kawasan TNBTS sudah berlaku sejak 2019 dan bertujuan untuk menjaga keselamatan serta kelestarian lingkungan. Sementara itu, aturan tarif penerbangan drone sebesar Rp2 juta sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang PNBP di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dampak terhadap Ekosistem
Polisi hutan yang memberikan kesaksian dalam persidangan mengungkap bahwa aktivitas penanaman ganja telah merusak lingkungan di kawasan konservasi. Habitat asli rumput dan tanaman endemik di kawasan itu terganggu akibat penanaman ganja yang dilakukan secara ilegal.
BACA JUGA: 4 Link dan Cara Mudah Membeli Tiket Mudik Kereta Api Secara Online Lengkap!
“Penanaman ganja ini merusak ekosistem, karena tanaman selain endemik tidak boleh ditanam di kawasan konservasi,” ujar Yunus Tri Cahyono dalam persidangan.
Imbauan kepada Masyarakat
BB TNBTS mengimbau masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian kawasan konservasi dengan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang. Kolaborasi antara pengelola taman nasional, aparat penegak hukum, dan masyarakat diharapkan dapat membantu menjaga keindahan serta keberlanjutan ekosistem TNBTS.